Weekend = ke sekolah (kegiatan SS) = di rumah (nganggur). Tapi alhamdulillah, minggu kemarin ternyata nggak! :D
Ternyata weekend kemarin saya berkesempatan kembali ke Watusemar, Trawas. Karena kekurangan motor, jadilah saya dan Bonita naik bus.
Rute kami ke Trawas dari Surabaya (via Pandaan):
Surabaya --> Terminal Bungurasih, naik bus ke Arah Malang
Turun di Terminal Pandaan, naik colt ke arahTrawas
NB: kalau naik colt, jangan di terminalnya ya. Soalnya pasti bakalan lama (itu colt nunggu sampai penuh dulu, baru berangkat). Tunggu aja coltnya di depan terminal, depannya pom bensin.
Nah, karena coltnya cuma sampai di pertigaan Trawas aja, maka kalau mau lanjut ke Trawas harus oper lagi. Opernya ojek. Dan FYI, mulai dari pertigaan itu sampai gang Arcalanang di Trawas yang kami tuju, jalannya kayak roller coaster.
Sampai gang Arcalanang, saya pun lega.
Mulailah kami treking ke Bukit Watusemar. Di sana sampai sore. Setelah matahari kelihatan seperti mau balik ke peraduannya, kami pun turun bukit.
Menuruni jalan tanah dengan seledri di kanan-kiri, pohon-pohon yang menjulang tinggi, guguran daun pinus yang mulai menguning, mendengar suara hewan hutan yang berkerik.
Ah, entah kenapa jadi galau.
Dan kegalauan itu semakin menjadi saat teman-teman dengan ramainya bernyanyi, memecah kesunyian suci hutan ini.
Apalagi suaranya Pingka, yang tetap bernyanyi meskipun semuanya sudah diam. (Sepurane, Ping :P )
Hingga akhirnya......
Tiba-tiba saya menemukan diri saya sedang berjalan di sebelah si Pingka.
Dan sebuah ide gila terlintas.
Sebelum otak memutuskan syaraf-syaraf motorik untuk menutup mulut saya, mulut saya sudah terlanjur kebuka.
Dan parahnya, syaraf motorik lidah seperti tidak mendengarkan si otak juga.
Sehingga tanpa sadar saya melontarkan kalimat ini pada Pingka,
"Ping, nyanyi yok!"
Jadilah sepanjang jalan kami bernyanyi, teriak-teriak.
Padahal saya adalah tipikal orang yang lebih suka diam saat treking, untuk menyimpan napas supaya tetap kuat berjalan.
Ah, mumpung jalannya turun. Sesekali teriak-teriak di hutan toh nggak apa, suara liar membujuk napas saya tetap kuat.
Hei, teganya kamu merusak kesunyian hutan yang suci ini!, eh, suara saya yang lain, yang sering menemani saya treking.
Peduli amat sama napas, suara asli saya.
Dan saya tetap berteriak-teriak, membiarkan pita suara yang sudah lama tidak pernah dilatih ini bekerja kembali, menghasilkan suara yang serak-serak basah putus.
Entah kenapa, semua jadi kelihatan seperti sinetron.
Sekelompok anak manusia yang dikelilingi alam, nyanyi-nyanyi gila macam film India. Persis bayangan saya tentang drama-drama penguras air mata.
But, truly, I love this. I like this. Seems I miss this.
Waktu saya SD/SMP dulu, saya sering membayangkan betapa senangnya memiliki sekelompok teman yang suka jalan-jalan ke hutan. Yang menyayangi satu sama lain dengan tulus, lalu bernyanyi-nyanyi bersama.
Eh, kesampaian.
Sepanjang jalan saya dan Pingka berhasil menyelesaikan beberapa lagu. Antara lain: Gie, Cahaya Bulan, dan Bagaikan Langit-nya Melly yang saya gilai sejak SD (dan baru tahu judulnya saat itu)
BAGAIKAN LANGIT - Melly Goeslow
Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku
Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku
Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku
Terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu
Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku
Bagaikan langit di sore hari
Berwarna biru sebiru hatiku
Menanti kabar yang aku tunggu
Peluk dan cium, hangat 'kan untukku
Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi yang kucinta
Menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu
Oh dewi cinta
Sandarkan aku di bahumu
Ada kurasa rindunya hati, teredakan sudah
Hadirmu sayang, tenangkan diriku
Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu, oh oh...
Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu,
Oh dewi cinta
Sandarkan aku di bahumu
Ada kurasa rindunya hati, teredakan sudah
Hadirmu sayang, tenangkan diriku
Oh asmara
Yang terindah mewarnai bumi
Yang kucinta menjanjikan aku terbang ke atas
Ke langit ketujuh, bersamamu
Senang sekali Pingka mau ngajarin saya lagu itu. Suwun, Ping :D
Dan saat mas Brodin datang dengan HP-nya dan menyetel lagu ini, seakan-akan sepotong kenangan terlempar dari alam bawah sadar.
Menatap lembayung di langit Bali
Dan kusadari betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
Bebas berandai memulang waktu
Hingga masih bisa kuraih dirimu
Sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
Masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
Oh cinta
Teman yang terhanyut arus waktu
Mekar mendewasa
Masih kusimpan suara tawa kita
Kembalilah sahabat lawasku
Semarakkan keheningan lubuk
Hingga masih bisa kurangkul kalian
Sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
Tegar melawan tempaan
Semangatmu itu
Oh jingga
Hingga masih bisa kuraih dirimu
Sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
Masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
Oh cinta
Hingga masih bisa kurangkul kalian
Sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
Tegar melawan tempaan
Semangatmu itu
Oh jingga
Hingga masih bisa kujangkau cahaya
Senyum yang menyalakan hasrat diriku
Bilakah kuhentikan pasir waktu
Tak terbangun dari khayal keajaiban ini
Oh mimpi
Andai ada satu cara
Tuk kembali menatap agung surya-Mu
Lembayung Bali
Yup, judulnya Lembayung Bali. Cocok diputar di senja hari. Bareng teman-teman.
Well, what a day. What a weekend. What a MEMORY :')