Bioakumulator - Hijaubiru

Jumat, 24 Januari 2025

Bioakumulator

Bioakumulator secara sederhana punya arti organisme yang bisa mengumpulkan suatu zat tertentu dalam tubuhnya. Organisme ini bisa berupa hewan atau tumbuhan. Zat yang bisa mereka kumpulkan ini bermacam-macam dan biasanya merujuk pada zat-zat beracun atau merusak yang terdapat dalam lingkungan. Contohnya logam berat, pestisida, senyawa radioaktif, dsb.

 

Ngomong-ngomong, postingan bertajuk bioakumulator ini terpantik karena ngelihat suatu share-share-an di medsos yang mengajak berhati-hati supaya nggak banyak-banyak makan kerang karena merupakan bioakumulator logam berat. Posting-annya sendiri biasa aja sebenarnya, yang menggelitik adalah beberapa respons dan komentar yang (menurut saya) berlebihan. Beberapa di antaranya panik karena pernah makan kerang, beberapa menyatakan nggak akan pernah makan kerang lagi.

 

Respons yang cukup... ekstrem. Di satu sisi, saya paham bahwa pada beberapa kalangan, artikel atau posting-an senada akan ditanggapi dengan reaktif atau drastis karena merupakan topik yang kurang familiar bagi masyarakat.

 

Oke, balik ke bioakumulator. Pada dasarnya, beberapa tumbuhan dan hewan bisa menjadi bioakumulator. Bahkan tumbuhan/hewan yang buat kita umum banget. Contohnya adalah kerang hijau dan kerang darah yang bisa menyerap logam berat. Contoh rada ekstrem adalah bunga matahari (iya, bunga yang kece abis itu) yang bisa menyerap cemaran limbah radioaktif. 

 

Hewan/tumbuhan bioakumulator ini sudah jamak digunakan sebagai agen bioremediasi. Maksudnya gimana? Hewan/tumbuhan ini bisa dipakai untuk mengatasi cemaran polusi yang ada di lingkungan (remediasi). Contohnya penanaman jenis pohon tertentu untuk mengatasi pencemaran tanah akibat aktivitas pertambangan. Beberapa di antaranya malah menggunakan tumbuhan yang kelihatannya ‘remeh’ seperti rumput dsb; karena mereka ini adalah organisme perintis yang bisa hidup di lingkungan ekstrem/tercemar (tentang tumbuhan perintis bisa dibaca ðŸ”— di sini).

 

Lalu gimana, apakah artinya hewan/tumbuhan itu nggak boleh dimakan?

Tergantung.


Sebab semua yang bisa jadi bioakumulator tidak lantas otomatis menjadi tidak layak konsumsi.

 


Supaya gampang, kita pakai contoh kerang tadi aja.

Betul bahwa kerang bisa jadi bioakumulator logam. Dia menyerap logam berat yang jika kerangnya kita makan, maka logam berat itu akan masuk ke tubuh thus membahayakan kesehatan kita. Namun bukan berarti semua kerang lalu berbahaya dimakan. Kalau kerangnya hidup di lingkungan yang tercemar, tentu bahaya bila dikonsumsi. Kalau kerangnya hidup di lingkungan yang baik, ya aman-aman aja untuk kita makan. Mengapa? Karena kan lingkungannya bersih, nggak ada cemaran logam berat; sehingga kerang itu nggak menyerap logam (karena nggak tersedia). Hal yang sama juga berlaku pada hewan/tumbuhan lainnya.

 

Soal mau tetap mengonsumsi atau enggak, itu pilihan pribadi. Namun ada baiknya untuk mengingat bahwa kalau sama sekali nggak mau mengonsumsi hewan/tumbuhan yang bisa menyerap polutan (bukan sudah menyerap), wah... ini banyak dan panjang banget daftarnya. Bisa-bisa pola makannya lebih strict daripada orang yang sedang diet mati-matian karena daging/sayur yang umum pun bisa jadi bioakumulator. Kangkung aja bisa. 


(Of course, penghindaran sama sekali ini bisa dipahami kalau ada kondisi tubuh tertentu. Misal alergi, punya badan yang rentan sakit, sedang hamil, dan semacamnya.)

 

Intinya tergantung pada tercemar/enggaknya tempat tumbuh mereka.


Mungkin ibarat tisu.

Tisu bisa menyerap zat cair. Tisu bisa nyerap air bersih, tapi juga bisa nyerap air kencing. Tisu yang ketetesan air bersih tentu aman-aman aja kita pegang biasa, tapi tisu yang ketetesan air kencing tentu kotor kalau dipegang tangan telanjang. Namun apa itu artinya semua tisu pasti kotor? Kan enggak. Secara default, biasa aja; kemudian tergantung dia menyerap zat apa.

 

Itulah mengapa di beberapa tempat yang emang berfungsi untuk bioremediasi atau sedang di-bioremediasi, tumbuhannya dilarang diambil apalagi untuk dikonsumsi. Selain supaya nggak ganggu proses remediasi (dan nggak ngambil yang bukan miliknya), karena alasan kesehatan juga. Misalnya di lahan bekas tambang atau lahan dekat pabrik.

 

Saya nggak lihat sendiri, sih, cuma pernah dengar dari cerita teman. Ada pabrik yang menyediakan lahan khusus untuk remediasi limbahnya. Di lahan itu ditanami beberapa pohon dan semak, terus dikasih papan “dilarang mengambil” dan semacamnya. Tujuannya ya supaya tumbuhan di situ nggak diambil (baik dimakan atau diambil kayunya untuk furnitur), karena kan mereka memang ‘bertugas’ menyerap polutan. Kalau diambil, polutannya nggak terolah dengan baik dan orang yang ngambil bisa terpapar cemarannya.

 

Polutannya sendiri juga bervariasi. Tumbuhan/hewan A bisa nyerap logam/polutan X, belum tentu tumbuhan/hewan B bisa juga. Bahkan jika mereka berkerabat. Misalnya, kerang darah bisa nyerap kadmium (jenis logam berat). Tapi kerang bambu, meski sama-sama jenis kerang, belum tentu nyerap itu juga.

 

Ini baru jenis polutannya/pencemarnya, belum lagi ‘ketersediaan’ polutan itu sendiri (ada dalam bentuk ‘tersedia’ atau siap diserap organisme atau nggak). Beda ‘bentuk’ udah menentukan bakal diserap atau enggak meski ‘intinya’ sama. Misal, organisme A bisa nyerap besi yang bentuknya Fe2+ aja, tapi nggak bisa nyerap Fe3+. Jadi misal di lingkungannya banyak besi Fe3+, si A nggak akan nyerap itu besi. (Ini misalnya, ya. Kalau yang betulan saya nggak hafal apa aja reaksi kimianya, wkwkwk). Supaya bisa diserap si A, polutannya harus berubah dulu jadi Fe2+.

 

Hubungan bioakumulator dan polutan ini seringkali spesifik, kadang jadi pembatas untuk bioremediasi. Pathway alias alur metabolisme tiap senyawa dan tiap organisme pun bisa beda-beda. Kalau diingat-ingat, lumayan ribet dan bikin mumet, hahaha. Tapi asyik kalau udah kadung dikulik (meski tetap mumet juga, wkwkwk).

 

Postingan ini nggak bermaksud untuk menegasikan bahaya polutan yang masuk ke sumber makanan, tapi ngasih gambaran aja supaya nggak memukul rata kejadian-kejadian yang sekilas tampak mirip. Kalau makanan kena cemaran, gimana-gimana juga tetap bahaya; dan kita memang harus hati-hati dan kritis tentang makanan yang masuk ke tubuh kita.


Tidak ada komentar: