Oktober 2024 - Hijaubiru

Minggu, 27 Oktober 2024

Foto Perjalanan: Bagaimana Membuat Foto Lebih Menarik
Oktober 27, 20240 Comments

 

Saat ngelihat foto-foto perjalanan atau lanskap jepretan orang, saya sering ngebatin, “Kok orang-orang ini bisa aja dapat foto yang cantik banget? Gimana caranya?” Nggak cuma cantik, foto-fotonya juga lain daripada yang lain. Biar satu lokasi, tapi fotonya macam-macam.

 

Setelah beberapa saat ngulik fotografi, akhirnya ketemulah beberapa cara supaya dapat foto yang lebih mendingan dan nggak kayak asal jepret aja. Tips-tips ini saya dapat dari berbagai sumber (orang/buku/web/dsb) dan buat saya jadi hal paling bisa dipraktikkan bahkan buat yang nggak terlalu ngulik dunia fotografi. Awal ngulik fotografi dulu, inilah hal-hal yang saya lakukan. Jadi, disclaimer dulu, tips yang di sini emang basic banget dan kurang cocok buat yang sudah expert. And I’m no expert myself.

 

Jadi, langsung aja ke langkah pertama.


 

1. Tentukan objek fotonya

Saat di tempat wisata, kita sering terpesona dengan tempat itu sampai-sampai pengin rasanya mendokumentasikannya ke dalam satu foto. Saya juga sering gitu, haha. Sayangnya, nggak bisa (atau susah) ngerangkum semua keindahan objek dalam satu foto aja. Kalau dipaksa, fotonya jadi nggak fokus.


Pernah nggak, ada di suatu lokasi yang cantik banget, terus pengin motret tempat itu semuanya, tapi waktu fotonya dilihat lagi ternyata jadi nggak sebagus aslinya atau malah jelek?


Saya sering gini waktu motret, haha. Di mata kelihatan cakep, tapi waktu difoto kok enggak?


Ini faktornya bisa macam-macam, tapi kali ini fokus ke satu dulu: karena objeknya kebanyakan. Dalam bukunya, Rob Sheppard (fotografer) berkata yang intinya:

Mata kita bisa otomatis fokus pada objek yang kita inginkan, tapi lensa kamera tidak bisa. Lensa kamera hanya bisa melihat cahaya.


Jadi, pertama-tama, meski pemandangan itu terlihat cantik di segala penjuru, tentukan dulu objeknya: danaukah, pohonkah, komidi putarkah, orangnya, atau apa? Supaya saat orang (atau kita) ngelihat foto yang dihasilkan, arah pandangannya jelas ke mana.


Mana yang lebih bagus, foto kiri atau kanan?
Foto kiri ingin menangkap semua objek (terundak tinggi, pohon, lampion) tapi malah nggak fokus. Foto kanan fokus ke lampion, pepohonan sebagai background


2. Atur komposisi foto

Supaya pandangan bisa langsung fokus ke foto, maka komposisinya harus diatur supaya semua nggak bercampur-baur. Dalam fotografi, ada banyak ‘resep’ komposisi. Yang paling umum didengar mungkin rule-of-third. Ada juga leading lines, golden ratio, dsb. Paling gampang dipraktikkan pertama kali, rule-of-third ini.


Rule-of-third membagi bidang foto jadi tiga. Tiap bagian berbatasan dengan garis imajiner ini sehingga porsinya pas.


Namun bukan berarti semua foto harus nurut aturan ini. Kalau misal ngerasa nggak cocok, suka-suka aja mau dipakai atau enggak.


Kalau pengin ngulik komposisi lebih jauh, coba cari pakai kata kunci: (tipe) komposisi fotografi.

Contoh rule-of-third: garis-garis membagi 3 bidang horisontal dan vertikal. Sepertiga batuan, sepertiga laut, dan sepertiga untuk langit.
.


3. Cari angle lain

... alias cari sudut pengambilan foto yang lain. Kita sering banget ambil foto dari angle setara mata kita (eye-level shot). Kalau ingin hasil yang beda, coba sekali-kali ambil foto dari sudut yang lebih tinggi atau lebih rendah. Lalu bandingkan dengan foto yang diambil setara mata. Kira-kira lebih cocok yang mana?


Angkat kamera/HP lebih tinggi dari posisi mata, mungkin foto yang dihasilkan jadi bisa mencakup lebih banyak area. Coba taruh kamera/HP lebih rendah dari posisi mata, siapa tahu gedung antik di depan kita bisa kelihatan lebih megah.


Coba dua ini dulu (high angle dan low angle). Kalau penasaran, bisa coba cek sudut pengambilan lainnya. Kata kunci: macam angle dalam fotografi atau types of angles in photography.


Kadang, hasil foto bisa lebih keren pakai low angle, kadang high angle, kadang eye-level juga udah bagus. Jadi menyesuaikan aja mana yang lebih cocok.


Dua foto di lokasi yang sama, objek yang sama, tapi sudut pengambilannya berbeda. 
Atas, foto diambil dari posisi setara mata. Hasilnya menunjukkan kesan hamparan penuh bunga.
Bawah, foto diambil dari posisi lebih bawah (low angle). Hasil menunjukkan kesan bunga yang menjulang ke langit. 


 

4. Geser ke lokasi lain

Ke lokasi X, ambil foto di spot foto X, maka foto yang didapat biasanya akan sama dengan bejibun foto lainnya. Coba geser sedikit, beberapa langkah aja. Mungkin foto yang didapat jadi beda. Jadi ini bukan ganti destinasi. Lokasinya masih sama, cuma tempat ambil fotonya aja yang agak beda.


Dengan catatan, gesernya hati-hati dan lihat situasi/kondisi. Misal geser dikit udah jurang, ya nggak usah geser daripada nggak selamat; geser dikit tapi ngerusak alam atau sarana/prasarana, ya nggak usah geser juga.


Hanya geser dan jalan beberapa langkah, potret yang dihasilkan berbeda. Foto kiri, pemandangan tertutup pepohonan rapat. Geser beberapa meter dan bukit terlihat jelas.


5. Sesuaikan timing

Kadang, foto bagus memang tergantung faktor yang tidak diduga-duga. Misalnya: cuaca, pengunjung yang nggak padat, dsb. Namun bukan berarti faktor-faktor ini nggak bisa diantisipasi. Antisipasilah sesuai ‘tantangan’ yang menurutmu ada.


Kalau ingin dapat foto matahari terbit, maka harus siap di tempat atau berangkat tengah malam. Bila ingin potret sendiri di pantai yang dikenal padat wisatawan, mungkin bisa cari alternatif untuk berkunjung di hari-hari biasa. Kalau ingin dapat foto gunung yang cerah, maka jangan berlibur ke sana waktu musim hujan. Beda kasus kalau memang ingin dapat foto dataran tinggi nan berkabut, maka justru berkunjunglah di musim hujan.


Khusus untuk contoh kedua alias area padat orang, sebenarnya ada alternatif yang bisa dicoba: foto pakai mode long exposure. Pernah lihat foto jalan yang ramai tapi yang terlihat hanya lampu-lampu kendaraan yang terlihat seperti garis? Long exposure macam itulah. Namun alih-alih ‘merekam’ lampu kendaraan, kita akan mengatur lamanya waktu supaya gerakan orang-orang menjadi halus sampai tak terlihat. Sementara itu, objek foto (orang/landmark yang kita foto) harus dalam posisi diam tak bergerak.


Di beberapa ponsel, mode long exposure seperti ini sudah ada. Tinggal atur durasi aja. Kalau nggak nemu, bisa cek mode manual terus atur shutter-nya.


Memang hasil dan prosesnya nggak selalu smooth, seperti orang yang diam terlalu lama sehingga tetap ikut terfoto, atau gerakan yang tetap terekam sehingga hasil foto jadi nggak jelas, atau ponsel/kamera yang guncang sehingga gambar yang dihasilkan nggak fokus (bisa diakalin dengan tripod atau disandarin ke sesuatu). Namun lumayan supaya foto jadi nggak ramai-ramai amat. Kalau mau clear beneran, antara datang saat sepi atau diedit.

 

 

6. Sesuaikan tujuan travelling

Apa tujuan jalan-jalannya? Sebab kalau saya, jangan sampai karena terobsesi pengin dapat foto bagus, lalu momen travelling-nya sendiri jadi kelewat. Jadi nggak bisa ngobrol dengan teman/partner travelling, lupa menikmati sajian di depan mata, dsb. Beda cerita kalau memang jalan-jalan untuk hunting foto.


Tujuan travelling masih nyambung dengan timing sebenarnya. Tergantung apa yang ingin didapat dari perjalanan, kita bisa atur timing berkunjungnya.



 

7. Diam dan rasakan

Ini bukan tips foto, sebenarnya, tapi lebih ke saran aja. Kita kan jalan-jalan untuk refreshing, maka lakukanlah hal yang bisa membuat pikiran jadi segar. Foto-foto boleh aja, tapi sediakan waktu untuk menikmati apa yang ada di sekitar. Jangan sampai kita melewatkan sensasi ada-di-sana dan baru sadar saat sudah pulang.


Ini juga pengingat buat saya untuk tetap ‘mengalami’ alih-alih hanya ‘melihat’ dari balik kamera. Tiap berburu foto sambil bepergian, saya selalu sisakan waktu untuk mematikan ponsel atau kamera, lalu benar-benar melihat sekeliling. Merasakan sensasinya. Apalagi kalau tujuan utamanya untuk bepergian dan bukan hunting foto, maka saya akan ambil beberapa foto, kemudian menyimpan ponsel/kamera, lalu menikmati ‘proses’ jalan-jalannya.


Ada sebuah kutipan yang amat sesuai dan selalu jadi pengingat saya untuk ‘diam sejenak’ ini:

Anda selalu menulis, menulis dalam buku catatan Anda. Anda perlu mengalami. Benar-benar mengalami. – dari buku Geography of Bliss


Meski, dalam kasus ini, ‘menulis’ bisa diganti dengan ‘memotret’. Kutipan ini (dan kalimat lanjutannya) jadi inspirasi dan refleksi yang pernah saya tulis di sini.

Reading Time: