Beberapa hari lalu waktu langit cerah, kelihatan
sebuah bintang di langit (agak) selatan. Buat ukuran sebuah kota yang polusi
udara dan polusi cahayanya tinggi banget tapi dia tetap kelihatan, kemungkinan
bintang itu memang sinarnya terang banget. Dan yang bikin makin penasaran
adalah pendar kebiruan yang ada di sekitarnya.
Ingin memastikan, saya ambil kamera untuk zoom.
Beneran warna bintangnya rada biru atau mata ini yang salah lihat?
Ternyata beneran. Biru.
Ada beberapa bintang malam itu. Namun yang
bersinar putih kebiruan hanya satu. Lainnya bersinar putih dengan binar
kekuningan.
Waktu foto itu saya upload di
medsos, seseorang nanya, kenapa warnanya bisa biru gitu ya?
Saya jadi keinget pelajaran IPA dulu:
semakin panas suhunya, nyala apinya makin biru. Kalau nyala api sesuatu yang
terbakar warnanya merah, berarti panasnya ‘cuma panas aja', bukan yang ‘panas
banget’ (yaa meski yang disebut ‘panas aja' itu udah panas bangeeet kalau
kesentuh tangan kita). Macam api kompor yang dipakai masak. Waktu kompornya
masih baru, masih bagus, panasnya cepat, nyala apinya biru. Lama-lama karena sering
dipakai, kompornya mulai kotor, panasnya (relatif) agak lama (sedikit), dan
nyala apinya jadi oranye kemerahan.
Apa hubungannya dengan blue fire Kawah
Ijen?
Ngelihat binar biru bintang tadi, saya
berasumsi bahwa bintang tadi pasti panas banget. Terbakar amat hebat dan bergejolak
lebih dari matahari kita (yang sinarnya tampak kuning/oranye). Saya jadi keinget
nyala biru lain yang pernah saya lihat: di sebuah praktikum Kimia dan di Kawah
Ijen, Jawa Timur.
Kawah di Gunung Ijen sudah terkenal banget
di kancah mancanegara sejak dulu. Kalau pergi ke sana bakal ngelihat banyak
bule alias para turis internasional, yang kalau hiking ke kawah cuma
pakai celana kargo pendek sepaha padahal kita yang penduduk Indonesia pakai
baju berlapis-lapis atau, paling nggak, tertutup dari pundak sampai kaki karena
dingin yang menggigit. Sempat ngerasa wow juga karena mereka sampai pakai
masker gas—macam di film-film—untuk menghalau aroma belerang yang baunya
seperti kentut atau telur busuk, sedangkan kami (dan pengunjung Indonesia lain)
maksimal cuma pakai masker biasa. Beberapa bahkan nggak pakai dan hanya nutup
hidung pakai tangan, kadang-kadang.
Kembali ke Kawah Ijen. Salah satu faktor
yang membuat tempat ini jadi jujugan wisata nasional dan internasional adalah:
karena punya blue fire. Api biru. Konon di bumi ini cuma ada dua blue
fire: di Indonesia (Ijen) dan di Islandia. (Meski setelah searching
nggak nemu juga lokasi blue fire Islandia ini di mana. Nemunya malah
foto blue fire-nya Danakil Depression di Ethiopia. Jauh banget nggak tuh
beda lokasinya).
Tentunya, orang-orang yang berwisata ke
Ijen ya pengin lihat blue fire ini. Demikian juga saya dan konco-konco
penghobi hiking, beberapa tahun lalu.
Kenapa apinya bisa biru, padahal di gunung
berapi lainnya warnanya merah/oranye?
Karena kawah di Gunung Ijen mengandung gas
sulfur alias belerang. Itu lho, yang bikin baunya ‘semerbak’ di mana-mana.
Ternyata belerang/sulfur ini baru bisa terbakar di suhu amat tinggi,
lebih tinggi dari pembakaran biasa. Karena suhu pembakarannya (apa ya istilah yang benar?) tinggi, maka api yang dihasilkan bukan merah lagi tapi biru.
Selain faktor suhu, faktor bahan juga mempengaruhi
warna nyala api. Bahan yang berbeda-beda, saat dibakar, nyalanya juga
beda-beda. Kenapa bisa gitu?
Yang pandai Fisika mungkin bisa
menjelaskan, hehe, karena kayaknya ada hubungannya sama foton, level energi,
dsb. Namun intinya, tiap bahan punya sifat yang berbeda. Makanya saat dibakar,
karena sifatnya beda tadi, maka nyala apinya juga beda.
Ada sebuah praktikum Fisika sederhana yang
menggambarkan ini. Dijejerlah sumbu dari beberapa bahan, contohnya tembaga, barium,
natrium, dsb. Sumbu ini kemudian dinyalakan, lalu voila! Apinya
kelihatan berwarna-warni kayak pelangi. Ada merah, oranye, kuning, biru, sampai
hijau.
Ilmu inilah yang dipakai untuk pembuatan
kembang api. Tahu sendiri kan kalau kembang api tuh warna-warni; kelirnya
macam-macam dan cantik banget. Mejikuhibiniu ada semua. Nah, sesuai namanya
yaitu kembang api, maka yang kelihatan waktu diledakkan di langit
malam ya itu tadi: api. Warnanya beda-beda karena mineral untuk bahan kembang
apinya beda-beda. Misal ada kandungan barium kalau kembang apinya hijau terang,
ada kandungan tembaga kalau kembang apinya biru, dsb. Bahkan mineral-mineral
ini bisa dikombinasikan untuk menciptakan warna lain yang nggak muncul kalau
mereka diledakkan sendiri-sendiri.
Alam tuh keren, ya. Nggak cuma menyediakan hal
yang praktikal, tapi juga memicu hal-hal turunan yang menakjubkan; yang baru
terpikirkan atau baru bisa dibuat oleh manusia di era-era belakangan. Kalau
alamnya aja keren, apalagi penciptanya alam, kan?
= = = = =
Lalu gimana penampakan blue fire Ijen sendiri?
Sayangnya, waktu itu gerimis dan kabut tebal menutupi kawah. Rombongan kami cuma bisa ngelihat sedikit bagian kawah, sedangkan api birunya nggak kelihatan sama sekali :( Kelihatan sih, sebentar. Tapi sedikit banget dan samar banget, beda dengan foto-foto yang bertebaran di internet. Emang lagi nggak rezeki aja, haha. Atau ini 'undangan' supaya mengulang perjalanan ke sana lagi di lain kesempatan :D
Saya jarang banget eksplor Jatim. Membaca tulisan-tulisan di sini, berasa travelling ke sana tanpa beneran ke sana :D
BalasHapus