Dari beberapa bentuk buku, audiobook adalah
salah satu yang paling jarang saya nikmati—kalau nggak bisa disebut nggak
pernah. Saya lebih suka baca teks langsung karena ngerasa lebih gampang ‘masuk’
ke kepala. Kalau mendengarkan aja, rasanya masih ngawang. Dan,
ngedengerin audiobook memakan waktu lebih lama dibandingkan kalau saya baca
buku fisik. Karena itulah saya nggak pernah ngedengerin audiobook.
Seenggaknya, sampai beberapa saat lalu.
Semua bermula dari algoritma Youtube yang merekomendasikan
potongan bacaan sebuah buku. Ketika saya klik, wah, kok suara yang bacain enak
didengar *eh-lho. Memang nggak semua potongannya saya dengarkan saksama
sehingga ceritanya baru saya pahami sepotong, tapi nada bacaannya mirip ASMR
yang menenangkan dan bisa jadi white noise untuk teman saat laptop-an.
Sayangnya durasi buku itu cuma sebentar. Lalu
meluncurlah gadget ini ke salah satu website penyedia audiobook yang
saya tahu. Tentu, semua buku di sana berbayar. Namun, penyedia berbaik hati
menyediakan preview masing-masing buku kurang-lebih lima menit. Baiklah,
mari kita coba.
Hm... yang ini kok asyik.
Audiobook yang saya tahu adalah suara orang
membaca teks. Nadanya memang nggak datar-datar saja karena narator perlu
menyesuaikan emosi yang ada di buku, apalagi di buku fiksi. Saya kira,
pembacanya hanya satu orang (karena kalau banyak atau disesuaikan jumlah tokoh,
bukannya mirip sandiwara radio?). Dan itulah yang bikin kesannya seperti
ngebosenin di benak saya.
Namun, yang ini beda. Saya baru tahu juga
kalau ternyata format audiobook tuh beda-beda.
Dalam buku yang kebetulan saya dengerin, naratornya
ada beberapa orang. Tiap ganti tokoh, naratornya berganti orang pula. Jadi
nggak bikin bingung siapa yang lagi bicara. Asyiknya lagi, ini buku ada sound
effect-nya. Saat lagi badai, ya kedengaran ada desau angin. Saat narator berkata
bahwa perapiannya mulai dinyalakan, maka kedengaran suara gemeretak kayu yang
sedang terbakar. Efek-efek suara itu bikin suasana jadi ‘hidup’ dan saya yang
ngedengarin jadi ikut larut dan ngebayangin berada di dalam cerita.
Rasanya seperti didongengi.
Tenang, ngalir.
Preview itu saya putar berkali-kali, hahaha.
Memang nggak semua audiobook ada efek suara
dan naratornya berganti tiap ganti tokoh. Saat ngebuka buku lain, naratornya seringkali
cuma satu; dari awal sampai selesai. Dan nggak ada sound effect-nya. Namun,
ini lumayan. Ya itu tadi, buat white noise kalau lagi laptop-an atau
teman bergadang malam-malam. Namun karena saya dengerinnya disambi, jadi isinya
memang nggak sepenuhnya masuk kepala karena nggak intens mendengarkan. But
it’s okay, karena niatnya memang untuk jadi ‘teman’.
Pada akhirnya, saya tetap nggak bisa ‘membaca
buku’ dengan ngedengerin audiobook, haha. Namun saya jadi dapat alternatif white
noise baru yang lebih informatif. Pun bisa jadi alternatif kalau lagi males
dengarin musik.
Audibook ada yang tersedia gratis. Selain preview
di beberapa website penyedia, ada juga yang tersedia full version
di Youtube. Pilihan bukunya memang nggak banyak dan suaranya/efeknya sepertinya
nggak sevariatif yang berbayar (tentunya). Namun buat yang baru coba, bisa
dijajal dulu.
Untuk yang lagi belajar bahasa asing,
audiobook ini lumayan bisa bantu kemampuan mendengar (listening). Asal sudah
punya basic berbahasa dan kosakata yang cukup (karena kalau enggak atau
baru awal, bisa jadi malah bingung). Belakangan saya makai audiobook untuk
pembiasaan dengarin omongan orang native speaker (karena logat native
sama logat kita kan beda yak, dan itu bisa jadi kita bingung dia ngomong
apa karena pengucapannya beda). Kalau buat belajar intensif, tentu kurang
efektif karena saya dengarinnya cuma sekilas. Intinya semacam kalau ada orang
ngobrol di dekat kita, dan kita nggak ngedengarin pembicaraan mereka dengan
sengaja, tapi sedikit-banyak kita tahu mereka ngomongin apa, garis besarnya.
Buat yang suka baca novel, latihan listening-sambil-lalu
pakai audiobook juga seenggaknya bisa tahu garis besar ceritanya tuh apa. Ada satu
novel dan film yang saya pengin tahu isinya, tapi tebal dan lama, jadi saya
dengerin audiobook-nya sambil lalu sehingga jadi tahu ini ngomongin apa (lebih
cepat kalau baca review orang sih, tapi oh well, kan buat white
noise juga😄)
Audiobook icon by Awicon via Freepik
Sepertinya perlu mulai mendengarkan audiobook. Soalnya sejauh ini rasanya kurang nyaman kalau telinga bekerja tapi mata tidak ikut terlibat 😄
BalasHapus