Bicara soal wisata, Surabaya bukan termasuk pilihan pertama untuk wisata alam. Untuk wisata alam, kota-kota sekitar macam Malang atau Mojokerto jauh lebih bagus. Maka ketika dengar ada kebun raya di Surabaya, saya sempat mengernyitkan kening. ‘Surabaya sebelah mana yang tanahnya cukup luas buat dijadikan kebun raya?’
Usut punya usut, ternyata ini bukan
kebun raya biasa tapi kebun raya mangrove. Artinya, lahan hijau ini berlokasi
di tepian pantai yang banyak ditumbuhi pohon mangrove. ‘Oh, kalau gitu masuk
akal.’ Sebab Kota Pahlawan ini memang sudah lama punya area hutan mangrove,
antara lain Wisata Mangrove Gunung Anyar. Tempat inilah yang kemudian dijadikan
Kebun Raya Mangrove Surabaya. Jadi memang bukan tempat yang 100% baru, tapi dinaikkan
statusnya (dari hutan biasa jadi kebun raya) dan ditambah fasilitasnya.
Kebun Raya Mangrove Surabaya baru
dibuka akhir Juli 2023 ini. Mungkin lebih tepatnya re-opening kali, ya,
sebab sebelumnya tempat ini juga sudah dibuka untuk pengunjung. Ya waktu masih
bernama Mangrove Gunung Anyar. Sekarang pun kayaknya masih banyak yang nyebut
dengan nama lawas.
Mangrove Gunung Anyar terletak di ujung
timur Surabaya. Akses jalan ke sini mudah. Kalau dari Raya A. Yani, tinggal
lurus terus ke timur tanpa belok-belok. Cuma kalau pakai transportasi umum
mungkin agak effort karena jalannya agak masuk. Kalau naik bemo/mikrolet
kayaknya harus jalan lagi agak jauh. Sebab, waktu ke sana kemarin hanya ketemu
bemo di jalan yang masih ramai. Dan itu jaraknya satu kiloan dari pintu masuk
kebun raya. Mungkin pilihan paling fleksibel adalah bawa kendaraan sendiri atau
pakai ojek online.
Jangan lupa pakai masker dan
semacamnya. Hutan mangrove memang adem dan penuh pohon, tapi jalan ke sananya
agak berdebu. Mungkin karena kemarin saya main ke sana saat kemarau, plus saat
siang ketika matahari terik banget, plus pembangunan fasumnya masih baru thus
masih ada material sisa, sehingga banyak debu dan pasir beterbangan sepanjang
jalan mendekati lokasi.
Debu, panas, pasir-pasir kuning lembut
beterbangan di antara roda motor. Vibes musim kemarau banget, deh.
💡 Tips: Waktu Terbaik untuk Berkunjung
Berdasarkan ulasan di GMaps, pagi
adalah waktu terbaik. Suasana masih adem, nggak terik, dan perjalanan ke lokasi
pun nggak kepasanan. Pilihan kedua adalah sore hari, tapi berisiko kurang
santai dan berkejaran dengan waktu tutup.
Hari terbaik, seperti biasa, adalah
hari kerja karena lebih sepi. Lebih mudah dapat foto tanpa ada orang lain dan
santai memilih duduk di gazebo mana pun.
Kenapa kami milih ke sini
siang-siang, padahal tempat ini pagi pun sudah buka?
Kami berangkat jam 9-10-an, sampai
sekitar 45 menit kemudian. Alasannya karena waktu itu ada keperluan dulu aja.
Dan kalau berangkat pagi, jalanan penuh dengan orang yang berangkat sekolah
atau kerja. Jadi milih agak siangan dengan risiko kepanasan di jalan.
Untungnya, di lokasi nggak kepanasan.
Dari jalan umum masuk ke titik parkir, ada banyak pohon-pohon hijau rimbun di
kanan-kiri. Aroma khas air laut yang asin sudah tercium dari sini. Setelah beberapa
ratus meter dan melewati rusung Gunung Anyar, sampailah di tempat parkir yang
nampak baru dan kering. Di selatan tempat parkir tampak gundukan yang awalnya
saya kira sedang ada pembangunan. Setelah lebih teliti melihat, ternyata itu adalah
TPA/Tempat Pembuangan Akhir.
Setelah diberi karcis parkir, kami pun
berjalan ke arah kanan dan masuk ke gerbang. Berapa harga karcis masuk Kebun
Raya Mangrove? Kurang tahu. Waktu itu kami langsung disuruh masuk tanpa bayar. Mungkin
karena baru re-opening beberapa hari sebelumnya, sebab menurut teman
jalan yang nonton berita opening-nya, nanti akan ada tarif tiket masuk
perorangan.
Seperti layaknya hutan dan kebun
raya, Mangrove Gunung Anyar ini juga sejuk meski letaknya nggak jauh dari bibir
pantai. Kesejukan itu sudah dirasakan sejak sebelum gerbang. Pohon-pohon cemara
laut dan mangrove yang rimbun membuat suasana siang Surabaya yang terkenal sumuk
pol menjadi lumayan adem.
Dari gerbang masuk, rute jalan-jalan
bisa dimulai dengan belok kanan ke arah hutan/jogging track kayu. Sebelum
itu, di kanan track ada toko merchandise. Pengelola juga memajang
peta lokasi lengkap dengan track dan spot-spot seperti gazebo,
pendopo, dan menara pandang. Peta ini dibentakan di dekat pintu masuk ke hutan.
Selain peta, pengelola membentangkan banner dengan jenis-jenis tumbuhan yang bisa dilihat pengunjung di area mangrove. Uniknya adalah yang ditampilkan nggak cuma nama dan foto bentuk tumbuhannya, tapi juga manfaatnya. Takjub aja gitu. Dari banyak pohon dan semak pinggir jalan yang kayaknya “gitu aja”, ternyata manfaatnya banyak juga: untuk obat, pengusir nyamuk, makanan atau snack. Jadi ingat waktu pergi ke Mangrove Wonorejo. Di sana ada warung yang jual berbotol-botol sirup mangrove jenis pidada (*kalau nggak salah). Rasanya kayak gimana? Sayang saya belum coba. Waktu ke Gunung Anyar ini pun alpa visit ke galeri oleh-olehnya karena udah kecapekan keliling.
Kami masuk ke kawasan hutan, yang ada jogging track kayunya. Gapura kayunya memberi kesan alami meski jelas divernis mengilap. Marka arah jalan, baik yang sekadar dicat di track maupun yang jadi plang, berwarna cerah mencolok. Mungkin karena baru diganti atau baru dicat untuk re-opening kemarin.
Kami pun berjalan di antara pohon-pohon mangrove. Rimbun. Hijau. Panasnya Surabaya jadi terasa berkurang. Benarlah kalau pengin suasana adem, tanam pohon lebih efektif daripada bikin naungan dari material. (Jadi keinget dulu kalau gabut suka duduk bawah pohon dekat Perpus, haha).
Awal-awal, semua masih hijau. Kita bisa menjangkau daun yang tumbuh dekat ke pagar pembatas. Namun kalau diperhatikan, ada sela/gap di pohon-pohon. Gap itu menunjukkan tanah berlumpur di bawah jembatan kayu berwarna abu-abu dan basah. Khas tanah rawa pinggir pantai yang sering tergenang. Kalau nggak salah, inilah yang disebut marsh/bog(?).
Makin dalam, jalur jogging track ini bercabang-cabang. Untung tadi udah sempat foto peta yang di depan, jadi bisa buat pertimbangan mau ngarah ke yang mana.
Makin dalam juga, pagar pembatas yang tadi ada di kiri-kanan, sekarang nggak ada. Jadi pengunjung harus lebih hati-hati melangkah supaya nggak jatuh ke tanah lumpur basah di bawah track. Buat yang bawa anak kecil juga baiknya lebih diperhatikan anaknya. Dan di sini mulai banyak nyamuk. Maklum, karena area genangan air.
Di hutan ber-jogging track ini pohonnya nggak selalu mengungkung. Ada juga bagian yang terbuka sehingga kalau lewat situ, ya … panasnya kerasa. Di pinggir track juga kayaknya bakal disediakan spot foto, tapi saat itu sepertinya masih tahap pembangunan karena bentuknya belum jadi. Kalau menurut peta tadi, ada gazebo dan pendopo juga. Tapi karena letaknya beda jalur dengan yang kami lewati, jadi nggak tahu bentuknya gimana.
Yang menarik, beberapa pohon di sini digantungi semacam kartu nama. Kartu nama ini berisi nama latin pohon dan jenisnya. Ini salah satu poin yang saya suka dari tempat ini, karena pengunjung jadi tahu jenis pohonnya dan rada ngeh kalau meski semua pohon kelihatannya sama, tapi mereka sebenarnya beda jenis. Mungkin penamaan ini juga karena fungsi kebun raya sebagai sarana pendidikan. Jadi nggak cuma jadi tempat wisata atau healing aja, tapi juga ngasih info ke pengunjung. Sayangnya yang ditampilin cuma nama ilmiah, nama lokal enggak. Padahal biasanya orang lebih familiar dengan nama lokal daripada nama latin. Tapi mungkin ada pertimbangan lain kali ya, misal, karena nama lokalnya banyak nanti jadi info dump, misalnya? Nevertheless, buat orang kayak saya yang tertarik sama botani, ini menarik karena bisa ngelihat dan tahu langsung bentuk pohon yang mungkin cuma pernah dilihat di buku aja. Jadi ada kayak perasaan senang. Macam anak kecil kalau lihat gajah di buku anak terus diajak ke taman safari dan lihat gajah beneran dan kayak, “Wahh, aku lihat yang asli!”
Funfact!
Ekosistem mangrove sering kali dikaitkan dengan bakau. Awalnya saya kira mangrove = bakau, tapi ternyata enggak.
Mangrove = kawasan hutan tepi laut. Jadi tumbuhannya macam-macam, mulai dari pohon sampai semak.
Bakau = salah satu jenis pohon mangrove, biasanya dari jenis (genus) Rhizospora sp.
Pendeknya, bakau termasuk mangrove, tapi mangrove nggak bakau aja.
Wah, baru tahu kalau mangrove ternyata kawasan, bukan jenis tanaman 😮
BalasHapusSama, baru paham juga setelah main ke sini 😄
Hapus