Jalan ke Kebun Raya Mangrove Gunung Anyar - Hijaubiru

Jumat, 01 September 2023

Jalan ke Kebun Raya Mangrove Gunung Anyar

 


(Di-update 2025) Bicara soal wisata, Surabaya bukan termasuk pilihan pertama untuk wisata alam. Kota-kota sekitarnya macam Malang atau Mojokerto alamnya jauh lebih bagus. Maka ketika dengar ada kebun raya di Surabaya, saya sempat mengernyitkan kening. ‘Surabaya sebelah mana yang tanahnya cukup luas buat dijadikan kebun raya?’

 

Usut punya usut, ternyata ini bukan kebun raya biasa tapi kebun raya mangrove. Artinya lahan hijau ini berlokasi di tepian pantai yang banyak ditumbuhi pohon mangrove. Oh, masuk akal kalau gitu, sebab Kota Pahlawan ini memang sudah lama punya hutan mangrove seperti Mangrove Wonorejo atau Mangrove Gunung Anyar. Tempat terakhirlah yang kemudian dijadikan Kebun Raya Mangrove Surabaya. Jadi memang bukan tempat yang 100% baru, tapi dinaikkan statusnya (dari hutan biasa jadi kebun raya) dan ditambah fasilitasnya.

 

Kebun Raya Mangrove Surabaya baru dibuka akhir Juli 2023 ini. Mungkin lebih tepatnya re-opening kali, ya, sebab sebelumnya tempat ini sudah ada dan dibuka untuk umum ketika masih jadi hutan/wisata mangrove biasa.

 

Rute & Transport

Mangrove Gunung Anyar letaknya di ujung timur Surabaya. Rute ke sini gampang banget. Kalau dari Raya A. Yani, tinggal lurus terus ke timur aja tanpa belok-belok. Cuma kalau pakai transportasi umum mungkin agak effort karena jalannya agak masuk. Kalau naik bemo/mikrolet kayaknya harus jalan lagi agak jauh. Soalnya waktu ke sana kemarin hanya ketemu bemo di jalan yang masih ramai. Dan itu jaraknya satu kiloan dari pintu masuk kebun raya. Kayaknya pilihan paling fleksibel ya bawa kendaraan sendiri atau pesan ojek online.

 

(Update 2025) Transpor umum:

Saat pergi ke sana lagi, sempat ngelihat feeder Wira-Wiri (semacam angkot) sampai lokasi. Jadi sekarang udah bisa pergi ke Mangrove Gununganyar pakai transpor umum.

 

 

Jangan lupa pakai masker dan semacamnya. Hutan mangrove memang adem dan penuh pohon, tapi jalan ke sananya agak berdebu. Mungkin karena kemarin saya main ke sana saat kemarau, plus saat siang ketika matahari terik banget, plus pembangunan fasumnya masih baru thus masih ada material sisa, sehingga banyak debu dan pasir beterbangan sepanjang jalan mendekati lokasi.

 

Debu, panas, pasir-pasir kuning lembut beterbangan di antara roda motor. Vibes musim kemarau banget, deh.

 

 

💡 Tips: Waktu Terbaik Mengunjungi Kebun Raya Mangrove Gunung Anyar

Berdasarkan ulasan di GMaps, pagi adalah waktu terbaik. Suasana masih adem, nggak terik, dan perjalanan ke lokasi pun nggak kepasanan. Dipakai jogging pun enak. Pilihan kedua adalah sore hari, tapi berisiko kurang santai dan berkejaran dengan waktu tutup.

Kalau buat selain jogging alias santai-santai aja, hari terbaik—seperti biasa—adalah hari kerja karena lebih sepi. Lebih mudah dapat foto tanpa banyak orang lain dan santai milih duduk di gazebo mana pun.

 

 

Kenapa kami milih ke sini siang-siang, padahal tempat ini pagi pun sudah buka?

Kami berangkat jam 9-10-an di hari kerja, sampai lokasi sekitar 45 menit kemudian. Alasannya karena waktu itu ada keperluan dulu aja, sih. Dan kalau berangkat pagi, pertimbangannya adalah jalanan bakal penuh orang yang berangkat sekolah atau kerja. Jadi milih agak siangan meski kepanasan di jalan.

 

 

Tiket dan Parkir

Untungnya, di lokasi nggak kepanasan. Dari jalan umum ke titik parkir, ada banyak pohon Casuarina (cemara laut) yang hijau dan rimbun di kanan-kiri. Aroma khas air laut yang asin sudah tercium dari sini. Setelah beberapa ratus meter dan melewati rusun Gunung Anyar, sampailah kami di tempat parkir yang nampak baru dan kering. Di selatan tempat parkir tampak gundukan yang awalnya saya kira sedang ada pembangunan. Setelah ngelihat lebih teliti, ternyata itu adalah TPA/Tempat Pembuangan Akhir.

 

Jarak tempat parkir mobil/motor ke gerbang masuk dekat banget. Sekitar 30 meter. Setelah diberi karcis parkir (Rp5.000,00/motor, mobil Rp10.000,00 kalau nggak salah), kami pun berjalan ke arah kanan dan masuk ke gerbang.

 

Berapa harga karcis masuk Kebun Raya Mangrove? Kurang tahu. Waktu itu kami langsung disuruh masuk tanpa bayar karena masih dalam rangka reopening.

 

Harga karcis (update 2025): Rp5.000,00/orang

Di loket masuk juga bisa milih wahana apa aja yang ingin dinaiki (karena bayarnya sekalian di sini, bukan di titik wahana). Ada ATV, sepeda air, perahu, dan (semacam) golf cart. 


Seperti layaknya hutan dan kebun raya, Mangrove Gunung Anyar ini juga sejuk meski letaknya nggak jauh dari bibir pantai. Kesejukan itu sudah dirasakan sejak sebelum gerbang. Pohon-pohon cemara laut dan mangrove yang rimbun membuat suasana siang Surabaya yang terkenal sumuk pol (baca: panas sekaliii) menjadi lumayan adem.

 

 

Di Dalam Kebun Raya

Dari gerbang masuk, rute jalan-jalan bisa dimulai dengan belok kanan ke arah hutan/jogging track kayu. Sebelum itu, di kanan track ada toko merchandise. Pengelola juga memajang peta lokasi lengkap dengan track dan spot-spot seperti gazebo, mushalla, toilet, dan menara pandang. Peta ini dibentangkan di dekat pintu masuk ke hutan.

 


 

Mushalla dan toilet terletak dekat pintu masuk. Ada satu lagi toilet yang letaknya dekat hutan cemara. Sementara itu, gazebo tersebar di sekitar jogging track dan hutan cemara laut.

 

Selain peta, pengelola membentangkan banner dengan jenis-jenis tumbuhan yang bisa dilihat pengunjung di area mangrove. Uniknya adalah yang ditampilkan nggak cuma nama dan foto bentuk tumbuhannya, tapi juga manfaatnya.

 

Takjub aja gitu. Dari banyak pohon dan semak pinggir jalan yang kayaknya “gitu aja”, ternyata manfaatnya banyak: untuk obat, pengusir nyamuk, makanan atau snack. Amazed juga karena nama lokal beberapa tumbuhan ini unik banget, bahkan ada yang jadi nama daerah. Contohnya:

  • bogem (=pukul), nama lokal pohon Sonneratia caseolaris
  • bintaro (nama daerah di Jakarta), nama lain pohon Cerbera manghas
  • gedangan (nama daerah di Sidoarjo, kota sebelah Surabaya), nama lokal Aegiceras corniculatum

 

Jadi ingat waktu pergi ke Mangrove Wonorejo. Di sana ada warung yang jual berbotol-botol sirup dari buah pidada (salah satu jenis mangrove). Rasanya kayak gimana? Sayang saya belum coba. Waktu ke Gunung Anyar ini pun alpa mengunjungi galeri oleh-olehnya karena udah kecapekan keliling.

 

Buah pidada (Sonneratia caseolaris) alias buah bogem/mangrove apple
 

Kami masuk ke kawasan hutan, yang ada jogging track kayunya. Gapura kayunya memberi kesan alami meski jelas divernis mengilap. Marka arah jalan, baik yang sekadar dicat di track maupun yang jadi plang, berwarna cerah mencolok.

 

Kami pun berjalan di antara pohon-pohon mangrove. Rimbun. Hijau. Panasnya Surabaya jadi terasa berkurang. Benarlah kalau pengin suasana adem, tanam pohon relatif lebih efektif daripada bikin naungan dari material. 

 

Awal-awal, semua masih hijau. Kita bisa menjangkau daun yang tumbuh dekat ke pagar pembatas. Namun kalau diperhatikan, ada sela/gap di pohon-pohon. Gap itu menunjukkan tanah berlumpur di bawah jembatan kayu berwarna abu-abu dan basah, khas tanah rawa pinggir pantai yang sering tergenang.

 



Di jalur awal, jogging track ini masih ada pagarnya. Namun pengunjung harus hati-hati melangkah ketika sudah agak masuk, terutama yang bawa anak kecil, karena udah nggak ada pagar pembatas. Makin masuk juga makin banyak nyamuknya. Tips: pakai pakaian panjang atau pakai lotion anti-nyamuk.

 

Pada kunjungan kedua yang bertepatan dengan di musim hujan, tanah rawa itu tergenang agak tinggi. Sempat ngelihat ada ular kecil menggelesar di perairan. Namanya juga hutan, wajar kalau banyak hewan liarnya.

 

Makin dalam, jalur jogging track ini bercabang-cabang. Untung tadi udah sempat foto peta yang di depan, jadi bisa buat pertimbangan mau ngarah ke yang mana.

 

Update 2025: udah ada beberapa gazebo kayu di area jogging track. Lumayan bisa buat istirahat pas capek meski kata beberapa teman harus hati-hati karena kadang ada ulatnya.

 

Yang menarik, beberapa pohon di sini digantungi semacam kartu nama. Kartu nama ini berisi nama latin pohon. Ini salah satu poin yang saya suka karena pengunjung jadi tahu jenis pohonnya dan ngeh bahwa meski semua pohon kelihatan sama, mereka sesungguhnya beda jenis. Mungkin mereka diberi kartu karena fungsi kebun raya juga sebagai sarana pendidikan, bukan hanya tempat rekreasi atau healing aja.

 

 

💡 Funfact!

Ternyata mangrove ≠ bakau.

Mangrove = kawasan hutan tepi laut. Jadi tumbuhannya macam-macam, mulai dari pohon sampai semak.

Bakau = salah satu jenis pohon mangrove, biasanya dari jenis (genus) Rhizospora.

Pendeknya, bakau termasuk mangrove; tapi mangrove nggak cuma terdiri atas bakau aja.

 

 

Galeri Pembibitan

Karena kebun raya juga punya fungsi edukasi, nggak heran kalau di sini ada beberapa fasilitas itu. Di dekat gerbang tadi di dekat mushala, ada sebuah galeri pembibitan. Bangunan serupa ruangan terbuka itu seukuran kamar. Di tengahnya ada instalasi dengan pipa-pipa dan pucuk-pucuk tunas pohon yang mencuat.

 

 

Saya nangkepnya ini mungkin buat nunjukin tahap pertumbuhan bibit pohon? Karena makin ke kanan batangnya makin tinggi/makin banyak daunnya. Mungkin kalau sudah cukup umur/tinggi, barulah dipindah ditanam ke tanah. Sayang waktu itu sedang nggak ada petugas buat ditanya-tanya.

 

Selain galeri pembibitan, di sebelahnya juga ada bangunan terbuka yang dijadikan semacam pojok baca. Bangunan yang cukup luas ini memiliki tempat duduk dan beberapa rak buku. Penasaran, saya lihat bukunya. Saya kira isinya bakal tentang mangrove/bakau/pantai dan semacamnya. Ternyata enggak; bukunya macam-macam. Nggak bertema, malah.

 

Dari majalah sampai buku panduan, ada. Dari buku lawas banget sampai yang terbit lima tahunan lalu, ada. Saya pengin nyari buku tentang mangrove atau tentang kebun raya mangrove itu sendiri. Biasanya kebun raya dan semacamnya kan bikin/nerbitin buku macam begitu. Tapi nggak nemu. Entah memang nggak ada atau saya yang kurang teliti nyarinya.

 

Oh ya, di sini juga ditempel poster hewan-hewan yang bisa ditemukan di kebun raya mengrove ini. Salah satu yang paling nggak terlupakan adalah kepiting pemanjat pohon alias tree-climbing crab. Dinamakan begitu karena mereka emang suka nangkring di pohon. Nggak tinggi-tinggi, sih. Manjatnya juga nggak sampai sedengkul orang dewasa. Tapi jumlahnya itu lho, banyak banget!

 


Hewan di Hutan Mangrove

Selain pohon-pohonan, namanya hutan tentu ada hewannya. Nah, di sini hewan yang paling sering saya lihat salah satunya adalah kepiting panjat tadi.

 

Kepiting panjat

Sejak di dekat pintu masuk, itu kepiting udah kelihatan bertengger di akar-akar napas yang mencuat ke permukaan air. Ada kali dua puluhan ekor, mungkin lebih? Gerombolan ini bakal buru-buru sembunyi ke dalam air kalau ada orang lewat.

 

Makhluk satu ini rupanya sensitif sama suara. Bahkan waktu kami ngedekatin diam-diam, pelan-pelaaan banget, mereka bisa langsung lari begitu ini sandal nggak sengaja nginjak ranting kecil. Ngerasa beruntung kemarin ke sana waktu sepi. Kalau waktu ramai, apa mungkin kami bisa ngelihat kepiting sebanyak ini? Saya sendiri bisa ngelihat kepiting sebanyak itu kalau di pasar aja, hahaha.

 

Selain kepiting, yang bikin berkesan adalah burung-burung di sana. Nggak kelihatan, sih, burungnya apa. Saya nggak tahu jenisnya apa aja. Yang saya tahu, suara burungnya beda-beda. Ngedenger suara banyak burung di dalam hutan yang semilir, berasa adem, damai, dan… nggak percaya. Ini masih di Surabaya yang rame dan sumpek banget itu, ya?

 

 

Aviary! (updated 2025)

Di tengah hutan/jogging track ada aviary atau kandang burung sekarang. Bentuknya seperti kubah atau dome. Dari agak jauh udah kelihatan.

Aviary Mangrove Gununganyar

Bentuknya yang seperti setengah bola dari jaring. Sekilas mengingatkan saya pada dome serupa di film dinosaurus Jurassic Park.

“Untung nggak ada dinosaurusnya.”

“Lha kan burung itu masih keturunan dinosaurus.”

“Oh, iya juga, ya.”

— sepenggal percakapan kami di lokasi

 

Seorang teman yang tahu kami main ke mangrove, sempat berkomentar, “Nggak kena ulat di area serimbun itu?”

Alhamdulillah enggak, sih. Dia cerita kalau dulu di lokasi yang sama pernah nemu ulat banyak. Kali ini, entah: saya yang kurang memperhatikan, atau bukan musim ulat, atau kontrol hamanya bagus, jadi saya nggak menemukan ulat yang katanya gatal itu. Syukurlah.

 

 

Hutan Cemara

Lanjut ke jalan-jalan. Apa pemandangannya cuma bakau/mangrove? Enggak, dong. Ada juga tempat yang khas pantai banget: hutan cemara. Hutan cemara ini terletak setelah jogging track.

 

Jangan bayangin cemara di sini seperti cemara-cemara beraroma pinus segar seperti di pegunungan. Enggak, cemaranya beda. Cemara di tepi laut biasanya adalah cemara laut/cemara udang (Casuarina equisetifolia).

 

Pernah dengar Pantai Gua Cemara yang ada di selatan Yogya? Di sini area cemaranya memang nggak seluas Pantai Gua Cemara, tapi kita tetap bisa menemukan pemandangan yang mirip: dahan-dahan cemara yang bertautan membentuk kanopi alami yang melengkung menaungi kita dari panas pesisir.

 



Di area inilah terdapat beberapa gazebo dan tempat duduk di sepanjang jalan. Nggak banyak, tapi cukup. Ada toilet juga. Lumayan membantu karena jarak dengan toilet pertama cukup jauh (toilet ada di dekat gerbang).

 

Di ujung jalan ‘gua cemara’ ini terdapat menara pandang. Menara berkapasitas maksimal 10 orang ini bisa dinaiki untuk melihat ekosistem mangrove dari atas. Memang nggak tinggi banget, pun nggak sampai kelihatan laut, tapi cukuplah. Bila cerah, pegunungan nun jauh di Kab. Malang bisa kelihatan mengintip dari balik rimbun hutan mangrove.

 

“Harusnya kita bawa makanan, ya, biar bisa piknik,” ujar partner jalan saat itu.

 

“Atau bawa buku. Cozy banget kayaknya duduk-duduk bawah gazebo sambil baca,” saya menanggapi.

 

Maka di kesempatan selanjutnya, kami pun bawa sedikit jajan dan air minum. Namun saat itu kami nggak piknik karena aroma guano (kotoran burung) yang menyengat.


Keluar dari hutan cemaran dan kembali ke arah gerbang masuk, di sebelah kanan ada sungai dengan perahu yang siap mengantarkan wisatawan menyusuri perairan. Waktu itu di sebelah kanan ada bagian yang sedang dalam pembangunan, entah apa. Sementara di sebelah kiri ada Science Centre dan kantin. Penasaran sama kuliner Surabaya? Bisa sekalian coba menu rujak cingur di sini.

 


2 komentar:

  1. Wah, baru tahu kalau mangrove ternyata kawasan, bukan jenis tanaman 😮

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, baru paham juga setelah main ke sini 😄

      Hapus